Jika sebelumnya dibahas mengenai transaksi jual beli dengan akad Bai' as Salam, kini kami akan membicarakan harga tangguh atau sinonim dengan istilah berjangka (futures) dalam sistem perdagangan berjangka.
Berbicara mengenai harga tangguh, tentunya memunculkan dua jenis harga yaitu tunai (cash) yang di dalam sistem perdagangan berjangka disebut harga spot atau harga pasar fisik dan harga tangguh yang dalam istilah perdagangan berjangka disebut harga futures. Ada beda pendapat dikalangan ulama mengenai dua harga ini.
Pendapat pertama dari Mashab Syafii dan Hambali, bahwa transaksi jual beli tersebut akan batal, dengan alasan mengandung unsur gharar (manipulasi) atau berupa ketidakjelasan dalam penentuan harga. Padahal, dalam ketentuan syariah diharuskan adanya kejelasan harga barang.
Pendapat kedua berasal dari Mashab Hanafi, bahwa transaksi jual-beli ardhain tergolong fasad (tidak sahih) karena harga yang menjadi unsur utama dalam transaksi tidak jelas. Namun, transaksi itu menjadi sahih bila pembeli menyetujui salah satu dari harga tunai atau harga berjangka.
Pendapat ketiga dari Imam Malik mengatakan bahwa jual beli tersebut sah karena kedua harga dapat dianalogikan dengan khiyar (hak memilih) yaitu adanya pilihan (opsi) bagi pembeli untuk memutuskan apakah akan melanjutkan transaksi atau tidak.
Para ulama juga sependapat bahwa harga berjangka seharusnya lebih tinggi dari harga sekarang (spot price), karena adanya biaya-biaya. Pendapat ini sudah difatwakan para ulama setelah zaman Khalifah Rasyidin, di antaranya Imam Ali Zainal Abidin cicit dari Sayyidina Hasan Bin Ali Bin Abi Thalib.
Harga tangguh ini cukup sensitif, mengingat bila tidak dipahami secara mendalam, akan membuat aplikasinya menjadi haram karena mengandung unsur riba.
Harga futures dalam sistem ekonomi kapitalis hampir dipastikan terkait dengan perhitungan bunga sebagai opportunity cost dan terkait dengan nilai waktu uang, sementara Islam tidak mengenal nilai waktu uang.
Oleh karena itu, agar kontrak berjangka memenuhi ketentuan syariah, maka harus lebih dulu dihilangkan unsur bunga dalam komponen carry cost, dan hanya memperhitungkan biaya simpan, asuransi (syariah) dan margin keuntungan yang diharapkan.
Para ulama dan cendekiawan muslim juga bersikap hati-hati mengenai harga tangguh, mengingat ada suatu kebiasaan praktik ijon di masyarakat yang juga menggunakan harga tangguh, namun sama sekali tidak sesuai dengan syariah dan cenderung merugikan pihak penjual.
Sebenarnya Bai' as Salam ataupun kontrak berjangka sangat berbeda dengan ijon. Sebab pada ijon, barang yang diperjualbelikan tidak memiliki spesifikasi yang jelas, tidak diukur dan ditimbang secara jelas dan spesifik. Spesifikasi pihak pembeli dalam hal ini tengkulak memiliki posisi tawar yang lebih kuat.
Pihak penjual tidak dapat melepas dengan mudah karena keterikatan kontrak.
Sementara itu, Bai' as Salam mensyaratkan adanya kepastian mengenai spesifikasi barang, dan ini semua terpenuhi dalam suatu produk kontrak berjangka komoditas.
Kontrak berjangka komoditas justru mengatur lebih terinci tentang barang yang ditransaksikan, menurut Undang-Undang No.32/1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi, telah didefinisikan kontrak berjangka adalah suatu bentuk kontrak standar untuk membeli atau menjual komoditas dalam jumlah, mutu, jenis, tempat, dan waktu penyerahan di kemudian hari yang telah ditetapkan.
Hal ini sesuai dengan Al Hadis riwayat Ahamad Bin Hambal dan Al Baihaqi dari Ibnu Mas'ud,"Jangan kamu membeli ikan dalam air, karena sesungguhnya jual beli yang demikian itu mengandung penipuan."
Kontrak berjangka merupakan salah satu produk yang ditransaksikan di bursa berjangka, karenanya setiap pihak memiliki posisi tawar (bargaining position) yang sama, tidak ada yang dominan dan tidak ada pihak yang mengalami tekanan.
sumber : http://web.bisnis.com/edisi-cetak/edisi-harian/valas-komoditas/1id25557.html
1 komentar:
Terus gimana hukumnya trading emas index, halal kah ?
Posting Komentar